
Jakarta, gatra.net - Tim advokasi aktivis Papua yang ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, melaporkan dugaan maladministrasi oleh kepolisian kepada Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya. Maladministrasi itu berupa penghalangan akses bantuan hukum.
"Kami melaporkan dugaan maladministrasi karena menghalang-halangi akses bantuan hukum. Pertama, pada saat kami melakukan pendampingan hukum terhadap mereka," kata Nelson Simamora, perwakilan tim advokasi aktivis Papua asaat ditemui di kantor Ombudsman RI, Jakarta, Rabu (11/9).
Pada awalnya, kata Nelson, pihak advokat dan keluarga Surya Anta dan tahanan dugaan makar lainnya mengira bahwa mereka ditahan di Polda Metro Jaya. Namun ternyata, hal itu tidak benar, setelah sebelumnya pihak advokat menghubungi Direktur untuk menanyakan informasi itu.
"Awalnya kami kira mereka ditahan di Polda Metro Jaya. Ketika telepon Direktur, baru mengaku kalau mereka ada di Mako Brimob dan kami dihalangi masuk dengan berbagai macam cara," ungkap Nelson.
Tidak hanya itu, saat diperiksa pun para aktivis tersebut tidak dijelaskan terlebih dulu akan diperiksa sebagai apa. Pun dengan kunjungan keluarga tersangka yang dipersulit oleh pihak kepolisian.
Sebelum menjenguk, pihak keluarga diwajibkan untuk meminta izin terlebih dulu kepada Polda Metro Jaya. Padahal, kata Nelson, hal tersebut tidak diperlukan.
"Bilang keluarganya siapa. Ada di Mako Brimob, mau masuk aja sudah diperiksa oleh petugas dengan senapan. Kalau boleh masuk, masih dibagi lagi jadi dua termin. Pertama masuk, kelar, yang kedua enggak boleh masuk," kata dia.
Oleh karena itu, melalui laporan ini, tim advokat berharap agar Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya cepat dalam menanggapi dan melakukan tugasnya.