
Harare, gatra.net - Mantan Presiden Zimbabwe, Robert Mugabe, meninggal dunia hari ini, Jumat (6/9) pada usia 95 tahun. Kabar ini disampaikan langsung oleh Presiden Zimbabwe Emmerson Mnangagwa melalui akun Twitter-nya.
"Dengan sangat sedih saya mengumumkan kematian Bapak Bangsa dan mantan Presiden Zimbabwe, Cde Robert Mugabe," tulis Mnangagwa di akun Twitter pribadinya hari ini, yang dilansir Aljazeera, Jumat (6/9).
"Mugabe adalah ikon pembebasan, seorang Pan-Afrika yang mendedikasikan hidupnya untuk pembebasan dan pemberdayaan rakyat. Kontribusinya terhadap sejarah bangsa dan benua kita tidak akan pernah dilupakan. Semoga jiwanya beristirahat dalam kedamaian abadi," kata Presiden.
Sebelum meninggal dunia, Robert Mugabe dirawat di sebuah rumah sakit di Singapura selama berbulan-bulan karena penyakit yang tidak diungkapkan ke publik. Belum ada kabar lebih lanjut tentang kematian mantan presiden ini, atau di mana dia meninggal.
Setelah 37 tahun berkuasa, Mugabe mengundurkan diri sebagai Presiden Zimbabwe pada November 2017, menyusul protes massa nasional terhadap dirinya. Mantan tahanan politik itu menang dalam pemilu 1980, setelah meningkatnya pemberontakan dan sanksi ekonomi di negara itu.
Mugabe lahir pada 21 Februari 1924, dari keluarga Katolik di Misi Kutama, wilayah barat laut ibu kota Harare, Zimbabwe. Saat kecil, Mugabe digambarkan sebagai anak penyendiri dan rajin belajar. Mugabe kerap membawa buku ke mana pun, bahkan saat menggembala ternak di semak-semak.
Setelah ayahnya yang berprofesi sebagai tukang kayu meninggalkan keluarganya saat dia berusia 10 tahun, Mugabe muda fokus dengan studinya, hingga ia bisa memenuhi syarat sebagai guru sekolah di usia 17 tahun.
Sebagai seorang intelektual yang semula menganut Marxisme, ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Fort Hare, Afrika Selatan. Di sana ia bertemu banyak pemimpin nasionalis kulit hitam masa depan Afrika Selatan.
Setelah mengajar di Ghana, ia dekat dan banyak menyerap pengaruh politik dari Bapak Bangsa sekaligus Presiden pertama Ghana, Kwame Nkrumah. Mugabe kemudian kembali ke tempat yang sebelumnya bernama Rhodesia, tempat ia ditahan karena kegiatan nasionalisnya pada 1964 dan menghabiskan 10 tahun berikutnya di jeruji besi.
Putra Mugabe yang berusia empat tahun (dari istri pertamanya, Sally Francesca Hayfron, kelahiran Ghana), meninggal ketika ia berada di balik jeruji besi. Pemimpin Rhodesian Ian Smith membantah Mugabe pergi untuk menghadiri pemakaman anaknya.
Mugabe pernah berniat memerintah negaranya sampai berusia 100 tahun, tapi banyak yang mengharapkan kematiannya. Pengumuman pengunduran diri Mugabe terjadi pada 21 November 2017, setelah semula ia mengabaikan protes rakyatnya di jalan-jalan ibu kota Harare.
Kemunduran Mugabe dalam tahun-tahun terakhirnya sebagai presiden sebagian terkait dengan ambisi politik istrinya, Grace, seorang tokoh yang memecah-belah faksi partai yang berkuasa di negara ini dan akhirnya kalah dalam perebutan kekuasaan dengan para pendukung Mnangagwa, yang dekat dengan militer.
Meskipun Zimbabwe mengalami penurunan selama masa pemerintahannya, Mugabe kerap vokal untuk menentang dan mencela negara-negara Barat. Ia menyebut langkahnya sebagai sikap neo-kolonialis, dan mendesak orang Afrika untuk mengambil kendali atas sumber daya mereka.
Menjelang akhir pemerintahannya, ia menjabat sebagai Ketua Uni Afrika yang beranggotakan 54 negara dan Komunitas Pembangunan Afrika Selatan yang beranggotakan 15 negara. Kritiknya terhadap Mahkamah Pidana Internasional disambut oleh para pemimpin regional saat itu yang juga berpikir adanya ketidakadilan bagi para pemimpin Afrika.