
Surabaya, gatra.net - Pengurus Wilayah Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM NU) Jawa Timur memutuskan, hukuman kebiri kimia bagi pelaku pencabulan atau predator anak adalah haram.
Ketua LBM NU Jatim, KH Ahmad Asyhar Sofwan mengatakan, hukum pidana kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak dapat dikategorikan sebagai takzir.
"Namun demikian tidak diperbolehkan sebab takzir harus berdasarkan kemaslahatan," kata Asyhar dalam konprensi pers di kantor PWNU Jatim, Jalan Masjid Al Akbar Timur 9 Surabaya, Kamis (29/8).
LBM NU Jatim telah mengkaji secara ilmiah dalam berspektif hukum Islam atau fikih menyusul polemik eksekusi hukuman tambahan kebiri kimia yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Mojokerto terhadap M Aris (21 tahun), terpidana perkara pencabulan dengan korban sembilan bocah.
Forum bahtsul masa'il diikuti 11 pakar fikih, serta anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jatim dokter Edi Suyanto juga diundang.
Menurut Asyhar, mayoritas ulama mensyaratkan takzir tidak berdampak negatif, sementara dari sisi kesehatan kebiri kimia tidak hanya merusak organ reproduksi tapi dapat merusak organ yang lain.
"Selain kontra dengan hukum Islam, kebiri kimia juga ada madaratnya. Hukum itu harus melindungi dari pada hak-hak asasi manusia. Dalam hal ini ada lima, di antaranya hak memiliki keturunan. Kalau orang dikebiri, maka hak memiliki keturunan akan hilang," paparnya.
Ia menegaskan, dalam hukum Islam tidak dikenal hukuman kebiri. Karena itu, penerapan hukuman kebiri kimia dalam produk hukum di Indonesia kontra dengan hukum Islam.
"Tidak sesuai dengan kode etik dan sumpah profesi dokter, dan tidak sesuai dengan KUHP," tegasnya.
Kendati tak setuju hukuman kebiri, Asyhar tidak membenarkan perbuatan pelaku pencabulan. Menurutnya, untuk melindungi anak dari kejahatan seksual, pelaku harus dihukum dengan seberat-beratnya sesuai perundang-undangan yang berlaku.
"Daripada kebiri, lebih baik hukum mati. Pelaku pasti tidak akan mengulangi lagi, kan sudah mati," tegasnya.
Reporter: Abdul Hady JM
Editor: Abdul Rozak