
Jakarta, gatra.net - Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 54 Tahun 2019, kewajiban Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (pansel capim KPK) adalah mengumumkan hasil dan syarat administratif untuk mendapat tanggapan rakyat.
Bertolak belakang dengan itu, Anggota Koalisi Kawal Calon Pimpinan (Capim) KPK dari Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Gita Putri Damayana mengatakan bahwa dalam pelaksanaannya, mereka mendapati bahwa pansel justru bersikap defensif dan tidak transparan.
"Namun alih-alih merespon dengan positif, pansel justru defensif dan menciptakan komunikasi yang sama sekali tidak produktif dengan masyarakat sipil," katanya di kantor YLBHI, Jakarta, Minggu (25/8).
Baca Juga: Koalisi Kawal Capim KPK Anggap 20 Nama yang Diumumkan Pansel Malah Bahayakan KPK
Dia menilai sikap pansel tersebut seperti memiliki maksud terselubung dalam proses seleksi capim KPK ini. Pasalnya, hingga saat ini telah banyak upaya-upaya pelemahan terhadap lembaga antirasuah itu.
"Apakah proses pemilihan yang berlangsung ini merupakan modus baru serangan kepada KPK? Karena kita lihat, belajar dari pengalaman sejarah, prosesnya [pelemahan KPK] itu dari hulu sampai hilir," ujar Gita.
Padahal, keberadaan KPK sangat berkaitan erat dengan program pembangunan yang saat ini digencarkan oleh pemerintah terutama presiden. Menurutnya, apabila KPK memiliki integritas tinggi, dapat dipastikan kualitas pembangunan Indonesia akan meningkat.
Baca Juga: Koalisi Desak Pansel Capim KPK Berani Singgung LHKPN Calon
Oleh karenanya, Gita mengkritisi, apabila presiden melakukan pembiaran pada pansel Capim KPK, nantinya malah akan berbalik menyerang bagi pemerintah.
"Justru akan menjadi bumerang pada agenda-agenda pembangunan yang didorong Jokowi. Oleh karena itu, tuntutan dari koalisi ini agar presiden memanggil dan mengevaluasi pansel termasuk mengevaluasinya," jelas Gita.