
Jakarta, gatra.net - Panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (pansel capim KPK) mengumumkan 20 nama yang telah lulus uji profile assesment. Menanggapi hal ini, Koalisi Kawal Capim KPK mengungkapkan ketidakpuasannya atas 20 nama tersebut.
Menurut anggota Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, 20 nama yang diloloskan dalam uji profile assesment itu justru dapat mengancam proses pemberantasan korupsi oleh KPK.
"Justru kita bertolak belakang [dengan pansel] dan kita menganggap masa depan KPK terancam dengan kinerja pansel selama ini. Ketika kami membaca 20 nama yang beredar di masyarakat, begitu," katanya di Kantor YLBHI, Jakarta, Minggu (25/8).
Baca Juga: Saut Situmorang Sindir Pansel Capim KPK
Hal ini didasari lantaran masih ada beberapa capim KPK yang tidak patuh dalam pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Lebih jauh lagi, menurutnya, terdapat beberapa nama yang masih memiliki catatan kelam di masa lalu. "Misalnya ada figur yang diduga pernah melanggar kode etik di lembaganya terdahulu. Bahkan masyarakat sipil juga yang melaporkan yang bersangkutan," jelas Kurnia.
Selain itu, Kurnia juga mengkritisi sikap pansel yang seolah 'tutup kuping' atas masukan-masukan yang diberikan Koalisi Kawal Capim KPK. Menurutnya, pansel tidak menghiraukan bahkan anti terhadap masukan yang diberikan.
Baca Juga: Pansel Capim KPK Sebut Dapat Rekam Jejak Tak Hanya dari KPK
"Respon yang diberikan oleh pansel acapkali negatif, defensif, bahkan terkesan membela calon pimpinan. Padahal sebagai pansel, mereka seharusnya bersikap kritis dan apriori. Padahal penyikapan atas langkah-Iangkah pansel dalam penjaringan pimpinan KPK bukan hanya oleh kalangan masyarakat sipil antikorupsi, namun sudah mencakup perwakilan organisasi agama hingga mantan pimpinan KPK," jelasnya.
Kinerja pansel mulai dari awal pendafataran hingga seleksi capim pun dinilai sangat bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi. Ia menyoroti setidaknya terdapat enam poin yang bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi yakni isu radikalisme, penegak hukum aktif menjadi pimpinan KPK, kepatuhan LHKPN, Keppres pembentukan pansel yang tidak dapat diakses publik, waktu proses seleksi yang tidak jelas, serta pansel yang menginginkan agar KPK fokus terhadap isu pencegahan.