
Jakarta, gatra.net - Peneliti Hubungan Internasional Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mengkritisi fungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan diplomasi Indonesia. Ini disebabkan karena berkepanjangannya isu seperti konflik di Palestina dan pengungsi terlantar. Menurutnya, macetnya penyelesaian masalah di level unilateral dan bilateral.
"Kita selalu ingin melakukan aksi multilateral, tetapi bagaimana komentar kita terhadap negara-negara yang melakukan tidak secara multilateral tetapi unilateral, seperti Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok," ucap Fitriani ketika diwawancara gatra.net di Kantin Diplomasi, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Jakarta Pusat, Jumat (16/8).
Fitriani mempertanyakan, bagaimana suatu organisasi multilateral seperti PBB bisa menyeimbangkan beberapa permasalahan unilateral, contohnya sanksi nuklir AS kepada Iran dan konflik Palestina. Namun Fitriani juga mengusulkan jawaban atas permasalahan itu.
"Kita bisa buat lagi misalnya Konferensi Asia-Afrika, kita bangkitkan lagi semangat sejarahnya, atau misalnya NAM, non-alignment movement," lanjutnya.
Fitriani juga sempat mengatakan saat ini AS tampak seperti menarik dirinya dari peran-peran internasional, seperti keluar dari dewan hak asasi manusia (HAM) PBB (UNHRC) dan tidak mau lagi mendanai lagi pengungsi PBB yang mayoritas dari Palestina. Dengan tindakan tak terduga dari negara besar seperti AS ini, dampaknya bisa ke multilateral, bilateral, maupun unilateral. Fitriani berharap, Indonesia bisa memanfaatkan peran diplomasinya secara efektif di kancah global dengan keadaan seperti sekarang.