

Padang, gatra.net - Setiap tahun pada tanggal 15 bulan tujuh penanggalan Imlek, warga keturunan Tionghoa di Kota Padang, Sumatera Barat punya tradisi mengarak dan membakar patung Raja Setan. Tradisi tersebut sebagai salah satu bagian dari ritual Sembahyang Tinggi (Tee Soe) di Klenteng lama, See Hin Kiong untuk mendoakan arwah para leluhur.
Warga Tionghoa percaya pada Imlek bulan ketujuh, arwah-arwah leluhur dipanggil melalui ritual Sembahyang Tee Soe agar generasi yang ditinggalkan merasa aman dari segala gangguan.
Ritual mengarak Sembahyang Tee Soe sudah dimulai sejak Kamis (15/8) siang dengan membakar Raja Setan dan rebutan sesajian oleh masyarakat sebagai puncak ritual Sembahyang yang digelar di perkampungan Cina, Kota Tua, Padang.
Wakil Ketua Klenteng See Hin Kiong, Syamsi Kosasi mengatakan pada kalender Masehi penanggalan ritual Sembahyang Tee Soe akan terus berbeda setiap tahunnya. Tahun ini bertepatan pada Kamis (15/8) malam.
Sekitar pukul 23.00 WIB, puncak ritual Sembahyang Tinggi mulai dilakukan. Beberapa orang petinggi di Klenteng melakukan sembahyang di depan Tee Soe yang di sekelilingnya sudah dipenuhi makanan dan buah-buahan.
Patung Raja Setan yang sudah diletakkan di tengah-tengah halaman klenteng lama See Hin Kiong dikelilingi dengan uang arwah yang terdiri atas Kim Cua (Kertas Emas) digunakan untuk upacara sembahyang kepada dewa-dewa dan Gin Cua (Kertas Perak) untuk upacara sembahyang kepada para leluhur dan arwah-arwah orang yang sudah meninggal dunia.
Saat pembakaran Raja Setan dimulai, ratusan masyarakat sudah berkumpul di dalam tenda sesajian untuk berebut mengambil makanan. Masyarakat berusaha mengambil makanan sebanyak-banyaknya menggunakan cara apapun mulai dari menyimpan di dalam baju, membawa kantong plastik, memanjat tenda bahkan ada yang sampai membawa karung.
Syamsi Kosasi menyebutkan ritual Sembahyang Tee Soe adalah tradisi di etnis Tionghoa yang sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu dan digelar serentak di seluruh dunia. Penggelarannya dilakukan setiap tanggal 15 bulan 7 penanggalan Imlek. Hari itu dipercaya sebagai hari berkunjungnya arwah-arwah para leluhur.
"Sembahyang tinggi ini memang digelar untuk menghormati arwah para leluhur. Semua ritual yang dilakukan nanti akan diberikan kepada leluhur kami, dan 'Raja Setan' ini nantinya yang memanggil arwah-arwah itu," ujarnya.
Sementara tradisi berebut makanan menurutnya juga simbol untuk berbagi dengan masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi sehingga mereka bisa mencicipi makanan tersebut.
"Semua orang yang datang diperbolehkan berebutan mengambil makanan yang ada," katanya.