

Semarang, gatra.net - Dewan Pimpinan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah menetapkan rancangan peraturan daerah (raperda) Perubahan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jawa Tengah Tahun 2009-2029 menjadi peraturan daerah (perda).
Penetapan ini dilakukan dalam rapat paripurna DPRD Jawa Tengah (Jateng) yang dipimpin Ketua Dewan Rukma Setyabudi di Gedung Berlian lantai IV Jalan Pahlawan Semarang, Kamis (15/8).
“Perda atas perubahan Perda RTRW ini dengan nomor 20 tahun 2019,” kata Rukma.

Menurut Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPRD Jateng Raperda Perubahan Perda RTRW, Abdul Abdul Aziz, dalam penyusunan raperda telah meminta masukan dari pemerintah pusat melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI yang memiliki kewenangan memberikan persetujuan substansi dalam kerangka menata ruang dan wilayah yang selaras dengan pembangunan nasional.
Terhadap persetujuan substansi ini, kata dia, secara umum pansus menerima sebagai satu arahan penataan ruang dan wilayah di Jateng. “Meski demikian dengan mempertimbangkan aspek ekologis kelestarian lingkungan dalam rangka meneguhkan tujuan Jateng sebagai wilayah pertanian dengan potensi pengembangan industri, dan pariwisata, maka Pansus memutuskan untuk melakukan revisi terhadap lima pasal,” ujar Aziz.
Pertama, Pasal 17 ayat 3 huruf d dan e. berdasarkan hasil kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) serta visi ekologis, maka menghilangkan sektor pertambangan sebagai sektor unggulan di wilayah pengembangan Rembang dan Blora (Banglor) dan wilayah pengembangan Juwana, Jepara, Kudus, Pati (Wanarakuti).
Dengan demikian, di wilayah pengembangan Banglor sektor unggulan meliputi, pertanian, industri, pariwisata, minyak dan gas bumi serta perikanan. Sedangkan wilayah Wanarakuti sektor unggulan yang akan dikembangkan meliputi, pertanian, industri, perdagangan dan jasa, dan perikanan.
Kedua, Pasal 27 ayat (2) huruf e, masih mencantumkan kawasan perkotaan/kota lainnya, sebagai upaya untuk mengantisipasi perkembangan jaringan pipa gas perkotaan.
Ketiga, Pasal 27 ayat (3) huruf c, sebagai upaya mewujudkan ketahanan energi sekaligus memperhitungkan aspek kelestarian lingkungan penghapusan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap di Kabupaten Pemalang. Sebagai alternatifnya, menambahkan pengembangan pembangkit listrik tenaga gas uap di Kabupaten Pemalang dalam Pasal 27 huruf d.
Keempat, Pasal 47 ayat (2) dan ayat (3) dihapuskan, sehingga Pasal 47 hanya terdiri dari satu ayat, yakni kawasan pantai berhutan bakau dengan luas 1.791 hektare.
Kawasan hutan bakau di Kabupaten Kendal dengan luas kurang lebih 622 hektare dan di Kabupaten Demak dengan luas kurang lebih 453 hektare adalah tetap menjadi kawasan pantai berhutan bakau, bukan sebagai wilayah holding zone.
“Secara legal hal ini didasarkan pada Perpres Nomor 78 Tahun 2017 serta secara filosofis adalah semangat Pansus untuk menjaga eksosistem pesisir Jateng yang lestari,” ujar Aziz.
Sedankan kelima yakni Pasal 74 A, tetap menggunakan angka 1.025.255 hektare sebagai luasan kawasan pertanian tanaman pangan berkelanjutan (KP2B) dalam rangka mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan di Jateng.
“Semoga keputusan yang telah kami hasilkan ini dapat diimplementasikan secara konsisten sehingga tujuan penataan ruang di Jateng yang berdaya saing berbasis pertanian, industri, dan pariwisata dengan memperhatikan kelestarian alam dan pemerataan pembangunan wilayah dapat terwujud,” ucap anggota dewan dari PPP ini. (advetorial)