
Blitar, gatra.net - Kementerian Pertanian (Kementan) pada tahun ini sangat fokus pada program untuk menjaga stabilitas pangan, terutama cabai, dengan memberikan benih bermuti karena benih merupakan penentu hasil.
Dirjen Hortikultura, Prihasto Setyanto, dalam keterangan tertulis, Senin (5/8), menyampaikan, terkait ini, Kementan pada 2019 fokus memberikan komponen pilihan benih bersertifikat, pupuk organik terdaftar, dolomit, mulsa, dan bahan pengendali OPT (feromon/antraktan, perangkat likat berwarna, agens hayati berstandar mutu).
"Pak Mentan meminta turun ke lapangan karena inflasi 0,1% dinilai tinggi. Jatim perlu ditengok karena wilayah ini penyangga nasional. Jakarta menjadi indikator akibat imbas harga. Di sini saya ingin mendorong pola tanam," kata Prihasto di Desa Slemanan, Kecamatan Udanawu, Blitar, Jawa Timur, akhir pekan kemarin.
Baca juga: Petani Garut Antusias Terapkan Teknologi Proliga Cabai Merah Balitbangtan
Ke depan, lanjut Anton, akan dipantau pola tanam berbasis kebutuhan. Tiap daerah dipetakan berapa jumlah konsumsi yang diperlukan melalui aplikasi online. Pola ini diyakini mampu menjaga kuantitas produksi sesuai dengan besaran kebutuhan.
Peta produksi berbasis kebutuhan riil ini akan digunakan sebagai bahan sosialisasi ke daerah-daerah untuk memberitahukan berapa besaran pertanaman yang dibutuhkan. Dengan pemetaan tersebut, gejolak harga akibat minimnya produksi akan bisa dihindari.
"Peta produksi cabai ini bisa juga bisa digunakan untuk mengenal kondisi. Misalnya, kabupaten A kekurangan hasil produksi, sedangkan kabupaten B kelebihan produksi, maka kedua kabupaten dapat saling mengisi. Dengan adanya peta ini, diharapkan cabai jadi selalu tersedia di pasar," ujar Anton.
Hal penting yang menjadi perhatian Anton, adalah pemilihan benih bermutu. Kendatipun mempergunakan benih lokal, poin pentingnya adalah cermat memilih asal benih.
Menurut Anton, harus cermat memilih benih karena komoditas cabai rentan serangan virus gemini. Apabila tanaman asal sudah terkena, maka benihnya sudah mengandung virus tersebut, sehingga secara otomatis penyakit tersebut sudah ada di dalamnya
"Perhatikan kedua jenis cabai ini. Secara fisik tidak bisa dibedakan mana yang terkena virusnya, meski kita tahu asal tanamannya sudah terserang. Ini jangan ditanam," katanya.
Anton menerangkan, sesuai hasil penelitian, memakai benih cabai yang terserang virus ini nantinya produksi tanaman akan menurun drastis. Penurunan bisa mencapai 50% dan lama masa panen juga ikut berkurang.
Blitar Mandiri Benih
Kontradiksi dengan konsumen, petani cabai khususnya di Blitar tengah menikmati harga bagus. Kendati demikian, efek kenaikan harga akibat menunggu panen raya tidak serta merta membuat petani "di atas angin".
Baca juga: Bawa Benih Cabai Berbakteri, Mentan dan Imigrasi Didesak ‘Sweeping’ WN Cina
"Harga bagus yakni Rp68-70 ribu per kg artinya ini menggembirakan petani. Meski demikian kami juga menghendaki harga kembali ke kisaran normal Rp25 ribu per kg. Lagi pula kami tidak terpengaruh harga, harga naik atau jatuh kami tidak terpengaruh. Kami menanam cabai turun-temurun dan mengembangkan benih sendiri," ujar Ketua Gapoktan Mangun Karso, Purnomo.
Petani di sini, kata Purnomo, juga berprofesi sebagai penangkar cabai, memanfaatkan lahan pekarangan rumah sebagai areal pengembangan benih. Benihnya pun dijual hingga ke Malang dan Jawa Barat dengan harga mulai Rp120 per polybag.
"Jadi petani di sini tidak pernah menemui kendala dalam hal pemenuhan benih. Kami memproduksi sendiri dan hasilnya bisa dilihat seperti sekarang ini," ungkap Purnomo.