
Bandung, gatra.net- DPD Partai Golongan Karya (Golkar) Jawa Barat kian serius menyokong Airlangga Hartarto pada Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar yang rencananya digelar Desember 2019 mendatang. Salah satunya, ditunjukan dengan mempelopori rumusan arah kebijakan politik hingga 2024.
Ketua DPD Partai Golkar Jabar Dedi Mulyadi mengatakan, hal tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban dukungan yang telah diberikan kepada Airlangga Hartarto. Adapun rumusan itu sebagai acuan program-program untuk lima tahun ke depan.
"Kita bicarakan sejak saat ini dan Jabar mulai memelopori, karena kita sudah deklarasi menjadi pintu utama bagi kemenangan Pak Airlangga Hartarto," ujar Dedi usai Rapat Koordinasi Suksesi Airlangga Hartarto di Padma Hotel, Jalan Ciumbuleuit, Kota Bandung, Senin (1/8).
Baca juga: Jelang Munas Golkar, Dedi Mulyadi Yakin Partai Tak Pecah
Menurut dia, deklarasi yang telah dilakukan oleh DPD Golkar Jabar bukan sekedar menyampaikan dukungan. Melainkan, lanjut dia, harus turut mempertanggungjawabkan untuk keberhasilan lima tahun ke depan.
Bentuk pertanggungjawaban tersebut, Dedi katakan, salah satunya dengan menyusun naskah-naskah akademik yang melibatkan konsultan dan pakar politik nasional. Hal tersebut ditempuh guna membuat rumusan-rumusan yang menjadi kebijakan bagi kepentingan Munas Partai Golkar.
"Pada akhirnya, kebijakan tersebut menjadi program kerja Partai Golkar periode 2019-2024," katanya.
Baca juga: JAM Golkar: Percepatan Munas Golkar adalah Inkonstitusional
Pada kesempatan ini, dia optimis situasi politik ke depan akan lebih mencair. Mengingat sejumlah elite politik di tingkat pusat yang telah menggelar pertemuan belakangan ini. Selain itu, Dedi pun yakin tidak akan ada lagi dua kutub politik yang selama ini memiliki perbedaan pandangan politik. "Mau tidak mau, kondisi tersebut memberikan implikasi yang cukup luas untuk perkembangan politik," katanya.
Dengan mencairnya situasi politik itu, akan berdampak pada peta politik ke depan yang lebih dinamis. Tidak terkecuali dalam menyikapi arah koalisi di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
"Mungkin di 2024 kutubnya menjadi banyak, tetapi isu politis yang berbasis agama akan mengalami penurunan seiring dengan mencairnya politik pada tingkat elite parpol di Jakarta," terangnya.
Baca juga: Pengamat Politik: Saatnya Golkar Memainkan Politik Tengah
Lebih lanjut, mengenai 'jatah' Partai Golkar di pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin, termasuk jatah Partai Golkar di parlemen, Dedi kembali menegaskan, Partai Golkar menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden sebagai pemilik hak prerogatif dalam menentukan nama-nama yang akan duduk di kabinetnya.
"Kan kita mendeklarasikan diri untuk memberikan dukungan penuh kepada Presiden Jokowi. Dukungan itu kan bukan hanya memilih, tetapi juga dukungan memberikan ruang kepada Pak Jokowi untuk memilih putra-putra terbaik bangsa untuk menjadi pendamping beliau," katanya.
Begitu pula mengenai posisi Partai Golkar di parlemen, dia mengaku partainya tidak pernah bicara mengenai 'jatah' di parlemen tersebut. Menurut dia, kemampuan lah yang bakal menjadi penentu posisi partai politik (parpol) di parlemen.
"Kemampuan itu bisa diukur dari partainya. Kalau di partai A sumber dayanya lebih banyak, lebih mumpuni kapatabelnya, kenapa tidak partai A juga mendapat kualitas. Kan kenapa tidak. Tapi kalau bicara soal kapabilitas, kan di Golkar bidangnya," kata Dedi.
Baca juga:
Sementara itu, Direktur Poltraking Hanta Yudha menilai, situasi politik saat ini memang telah mencair. Hanya saja, lanjut dia, saat ini terdapat dua momentum yang paling krusial, yaitu penentuan pimpinan di parlemen dan penentuan menteri.
Terkait penentuan pimpinan parlemen, dia memprediksi, jika mengacu pada aturan perundang-undangan, semua partai politik atau fraksi bisa mengusulkan. Oleh karenanya, penentuan pimpinan parlemen akan ditentukan oleh pecah atau tidaknya koalisi parpol pengusung Jokowi-Ma'ruf Amin."Kalau tidak terpecah, dari komposisinya, ya fraksi pendukung Jokowi-Maruf Amin lah yang akan memenangkan pertarungan karena mereka sudah menguasai 60,4 persen di DPR RI, kemudian ditambah DPD kan katakan DPD dibelah dua saja sudah menang. Tetapi, kalau misalnya ada potensi dibelah, ya itu akan semakin dinamis," pungkasnya.