
Jakarta, gatra.net - Polisi masih terus mengusut kabar adanya dugaan praktik jual beli data identitas masyarakat berupa Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK). Kabar itu sudah viral di media sosial, meski hingga kini belum ada laporan masuk dari masyarakat terkait data kepemilikan kependudukan diduga telah diperjualbelikan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Umum (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo menjelaskan, kendati belum menerima laporan, pihaknya bakal tetap melakukan patroli siber untuk mengusut akun-akun tersebut.
"Sampai saat ini belum ada laporan, namun secara proaktif dari Direktorat Siber (Bareskrim Polri) melakukan kegiatan analisa dan patroli siber," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (29/7).
Dedi mengatakan, tim dari Direktorat Siber akan mendalami kasus tersebut dengan menyelidiki akun yang menjual data-data itu. Jika ditemukan ada unsur perbuatan melawan hukum, pihaknya bakal menaikkan status pemilik akun menjadi tersangka.
"Yang jelas akun itu harus betul-betul teridentifikasi siapa pemilik akun yang sebenarnya, yang memang melakukan illegal akses seperti itu. Kalau memang nanti terbukti, nanti dari Direktorat Siber akan berkomunikasi dengan Dirjen Dukcapil," papar Dedi.
Dedi menambahkan, selain berkomunikasi dengan pihak Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, polisi akan melibatkan para ahli hukum pidana.
"Kalau terbukti perbuatannya, harus ada dari saksi ahli hukum pidana untuk bisa menjelaskan tentang perbuatan melawan hukum, yang dilakukan pemilik akun tersebut," ucap Dedi.
Sebelumnya, Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh menanggapi kabar praktik perdagangan data NIK dan KK oleh sebuah grup tertutup Dream Market Official, yang viral di media sosial.
Zudan mengakui banyak sekali data dan gambar KTP-el serta KK berseliweran di media sosial dan laman pencarian Google.
"Sekadar contoh, ketik 'KTP elektronik' di Google, dalam sekedipan mata (0,46 detik) muncul 8.750.000 data dan gambar KTP elektronik yang gambarnya tidak diblur sehingga datanya terpampang atau terbaca dengan jelas. Begitu juga ketika ketik 'Kartu Keluarga' di Google, maka dalam waktu 0,56 detik muncul tak kurang 38.700.000 hasil data dan gambar KK," jelas Zudan dalam keterangan resminya, Sabtu (27/7).
Bahkan, lanjut Zudan, masyarakat pun terlalu mudah menyerahkan copy KTP-el, KK untuk suatu keperluan, seperti mengurus SIM dan lainnya melalui biro jasa.
"Data KTP-el dan Nomor HP kita itu sudah kita sebarluaskan sendiri saat masuk hotel, perkantoran, dan lain-lain. Tak ada jaminan data tadi aman tidak dibagikan ke pihak lain sehingga muncul banyak penipuan," kata Zudan.
Selain itu, data identitas juga bisa diketahui dengan mudah ketika masyarakat mengisi ulang pulsa di konter kerap diminta menulis sendiri nomor HP di sebuah buku. Data Nomor HP di buku itulah ternyata laku dijual.
Zudan menegaskan, data yang tersebar di media sosial itu dipastikan bukan berasal dari pihaknya.
"Jadi saya pastikan data kependudukan yang dijualbelikan itu bukan berasal dari Dukcapil. Saya juga ingin memastikan bahwa data NIK serta KK tersimpan aman di data base Dukcapil dan tidak bocor seperti dugaan masyarakat," tandasnya.