Home Ekonomi Ketimpangan DIY Paling Tinggi, Pendidikan Jadi Solusi

Ketimpangan DIY Paling Tinggi, Pendidikan Jadi Solusi

Yogyakarta, gatra.net – Angka ketimpangan ekonomi atau rasio gini Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali jadi yang paling tinggi di Indonesia. Badan Pusat Stastitik (BPS) merilis data angka rasio gini DIY hingga Maret 2019 mencapai 0,423, lebih tinggi 0,001 dibanding September 2018.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X pun mengatakan data itu sebenarnya menunjukkan adanya dampak positif berupa pertumbuhan ekonomi di beberapa wilayah yang selama ini dikategorikan miskin.

“Dari temuan kami, di kantong-kantong kemiskinan masyarakat di sana lebih mementingkan pakan ternak dibandingkan memperoleh kehidupan yang sehat dan layak. Menghadapai kondisi ini kami harus bagaimana?” kata Sultan di kompleks kantor Pemda DIY, Selasa (16/7).

Baca Juga: Dana Rp 1,5 M APBD Jogja buat Warga Miskin Salah Sasaran

Sultan melihat ekonomi di daerahnya timpang karena pendidikan tidak merata. Menurut dia, mereka yang menikmati keuntungan pembangunan saat ini adalah para pekerja yang memiliki pendidikan tinggi. Sedangkan masyarakat bawah lebih banyak bekerja di sektor informal yang umumnya berpendapatan rendah.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi antar-wilayah juga masih timpang dan tidak seimbang. Karena itu, menurut Sultan, kehadiran Bandara Internasional Yogyakarta di Kulonprogo menjadi pemacu masyarakat untuk mengejar ketinggalan ekonomi.

“Bagi saya yang terpenting adalah akses pendidikan yang utama. Sebab, meskipun pembangunan infrastruktur dikedepankan, tapi bila masyarakat tidak sadar maka akan sama saja. Tidak memberikan hasil apapun,” ucapnya.

Baca Juga: BUMN Gelar Pasar Murah di Desa Miskin Terdampak BIY

Sultan pun berharap program pendidikan wajib 12 tahun bisa menghadirkan angkatan kerja yang bisa memperoleh pendapatan lebih tinggi.

Adapun Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Mudrajat Kuncoro mengatakan pemerintah daerah wajib mengatasi ketimpangan dengan pemerataan ekonomi.

“Selama ini gravitasi ekonomi DIY berasal dari Sleman dan Kota Yogyakarta sebesar 60 persen. Sedangkan sisanya berasal dari Gunungkidul 15 persen, Kulonprogo 9 persen, dan Bantul 26 persen,” ujarnya saat dihubungi.

Baca Juga: Gagal Panen di Gunungkidul Meluas Hingga 1.927 Hektar

Kondisi ini memperlihatkan bahwa selama ini penggerak ekonomi di DIY ternyata kalangan pendatang. Sedangkan masyarakat asli DIY tidak memiliki akses terhadap pertumbuhan ekonomi.

Sebagai solusi, Mudrajat meminta Pemda DIY memperbanyak lembaga pendidikan yang selama ini terfokus di Sleman dan Kota Yogyakarta. Pendidikan akan memberi dampak ekonomi bagi masyarakat kecil dengan usaha-usaha pendukung, seperti kos-kosan, laundry, dan warung makan.

“Demikian juga dengan pariwisata. Pemda harus mampu menghadirkan sarana akses yang lebih baik terutama di kawasan selatan. Terlebih lagi keberadaan bandara baru di Kulonprogo tentunya bisa memberikan dampak besar di kawasan selatan,” ujarnya.

Namun dari semua itu, Muhadjir mengatakan Pemda DIY harus memiliki data dan peta penyebaran masyarakat miskin secara detail karena selama ini data kerap tidak valid dibanding faktanya.

 

395