
Jakarta, gatra.net - Kasus suap Anggota DPR RI Komisi VI, Bowo Sidik Pangarso menjadi makin luas. Hari ini penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agendakan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Diantaranya yakni Bupati Kepulauan Meranti, Irwan. Irwan akan diperiksa sebagai saksi untuk Staf PT Inersia, Indung.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk IND (Indung)," kata Juru Bicara Febri Diansyah, Selasa (9/7).
Sebelumnya KPK juga mengatakan bahwa ada dugaan penerimaan Bowo dari terkait dengan penganggaran, khususnya Dana Alokasi Khusus (DAK) di Kepulauan Meranti.
Baca juga: KPK Panggil Dirut Petrokimia Gresik Dalam Kasus Bowo Sidik
Selain Irwan, juga turut dipanggil kolega Bowo di Komisi VI dari Fraksi Gerindra, Fadhlullah. Kemudian juga kembali dipanggil sekretaris Bowo Sidik, Serly Virgiola dan seorang pihak swasta bernama H. Harmawan swasta.
Tidak hanya itu, penyidik sepertinya juga terus mendalami dugaan gratifikasi Bowo lainnya terkait Permendag Gula Kristal Rafinasi. Terkait itu dua orang diperiksa hari ini, yakni Ketua Panitia Pengadaan Penyelenggara lelang gula kristal rafinasi, Subagyo dan Kepala Seksi Pengembangan Pasar Rakyat Kementerian Perdagangan, Husodo Kuncoro Yakti. Semua saksi di atas akan juga akan diperiksa untuk tersangka Indung.
"Para saksi akan diperiksa dalam kasus suap pengangkutan pupuk dan penerimaan lainnya," ujar Febri.
Dalam kasus ini KPK mengendus adanya sejumlah penerimaan gratifikasi oleh Bowo Sidik. Indikasinya ada empat sumber yang diterima oleh Politikus Golkar itu. Pertama, dugaan pengaturan tentang Permendag Gula Kristal Rafinasi. Lalu kedua, terkait dengan penganggaran, khususnya DAK. Ketiga, terkait posisi seseorang di salah satu BUMN. Dan keempat, terkait revitalisasi pasar di Minahasa Selatan.
Sementara perkara utamanya, KPK menduga Bowo bersama Staf PT Inersia, Indung menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), Asty Winasti (AWI). Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam perkara dugaan suap terkait kerja sama pengangkutan pupuk melalui pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia.
KPK mengidentifikasi adanya pemberian suap dari Asty kepada Bowo agar dapat membantu PT HTK, agar kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Dalam kesepakatan itu Bowo meminta jatah senilai US$ 2 per metrik ton.
Dalam operasi, Tim Satgas KPK mendapati uang sejumlah Rp8 miliar pecahan Rp20.000 dan Rp50.000 yang sudah dimasukkan ke dalam sekitar 400.000 amplop dan dimasukkan ke 84 kardus di kantor PT Inersia, perusahaan milik Bowo Sidik Pangarso. Uang ini yang diduga dikumpulkan oleh Bowo untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.
Namun setelah dihitung KPK, uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sejumlah Rp1,5 miliar. Kemudian sekitar Rp89,4 juta merupakan uang yang disita saat OTT. Sehingga uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sekitar Rp1,6 miliar.
Sementara sisanya sejumlah Rp6,5 miliar inilah yang diduga berasal dari gratifikasi atau penerimaan-penerimaan Bowo dari sejumlah pihak.
KPK menyangka Bowo Sidik Pangarso dan Indung selaku penerima suap diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.