
Jakarta, gatra.net - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin gencar menelusuri sumber dana gratifikasi dari anggota komisi VI DPR, Bowo Sidik Pangarso.
Selain mengumpulkan bukti, penyidik KPK juga memanggil saksi, yang salah satunya yakni anggota DPR Komisi VII, Muhammad Nasir.
Adik dari M. Nazaruddin, itu menjalani pemeriksaan terkait dugaan gratifikasi yang diterima tersangka Bowo, kasus suap kerja sama pengangkutan pupuk tersebut.
Usai menjalani pemeriksaan, Nasir memilih bungkam.
Ia tidak mengindahkan pertanyaan dari awak media yang mengerubungnya. Politikus Demokrat itu pun menghindari wartawan dan langsung keluar dari area gedung KPK sambil berjalan cepat menyetop sebuah taksi.
Terkait pemeriksaan tersebut, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan bahwa penyidik antirasuah ingin mendalami informasi dan pengetahuan Nasir mengenai sumber dana gratifikasi yang diterima Bowo Sidik.
“KPK ingin mengetahui apa saja yang diketahui saksi,” kata Febri, di gedung KPK, Jakarta, Senin (1/7)
Diketahui dalam perkara utama dari Bowo Sidim adalah soal suap terkait kerja sama pengangkutan pupuk.
Bowo bersama Staf PT Inersia, Indung diduga menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), Asty Winasti (AWI).
KPK mengidentifikasi adanya pemberian suap dari Asty kepada Bowo agar dapat membantu PT HTK, melalui adanya perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Disepakati Bowo meminta US$ 2 per metrik ton.
Sebelumnya, dalam proses penggeledahan, tim Satgas KPK menyita uang sejumlah Rp8 miliar. Uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sejumlah Rp1,5 miliar. Ada sekitar Rp89,4 juta merupakan uang yang disita saat OTT. Sehingga uang yang diterima Bowo dari PT HTK hanya sekitar Rp1,6 miliar.
Selain itu, ada sisa uang sejumlah Rp6,5 miliar. Uang inilah yang diduga berasal dari gratifikasi atau penerimaan-penerimaan Bowo dari sejumlah pihak.
Terkait penerimaan ini, KPK membeberkan bahwa ada empat indikasi sumber penerimaan gratifikasi Bowo Sidik. Pertama, dugaan keterkaitan pengaturan tentang Permendag Gula Kristal Rafinasi.
Kedua, terkait dengan penganggaran, khususnya DAK. Ketiga, terkait posisi seseorang di salah satu BUMN. Keempat, terkait revitalisasi pasar di Minahasa Selatan.
Bowo Sidik Pangarso dan Indung selaku penerima suap diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan Asty Winasti disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.