
Jakarta, gatra.net - Mahkamah Konstitusi mematahkan dalil permohonan pemohon paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandi terkait keberadaan 22 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) siluman. Hal itu disampaikan dalam sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (27/6).
Sebelumnya klaim DPT siluman menjadi "peluru" bagi tim hukum 02 untuk mengungkap adanya rekayasa pemilu untuk penggelembungan suara paslon 01.
"Berdasarkan seluruh pertimbangan demikian mahkamah berpendapat dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum," ucap Hakim MK Saldi Isra, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (27/6).
Dalam pertimbangannya hakim Saldi mengatakan pihak termohon yakni KPU telah mengakui ada kesalahan dalam DPTHP2, namun kesalahan tersebut telah diperbaiki ke dalam bentuk DPTHP3.
Saldi menambahkan DPTHP3 ini yang kemudian disahkan sebagai dasar penentuan daftar pemilih dalam Pemilu 2019 dan sudah disetujui semua pihak termasuk pemohon.
"Bahwa seandainya pun dalil pemohon mengenai 22.034.193 pemilih siluman benar adanya, pemohon tidak dapat menghadirkan alat bukti lain yang dapat menunjukkan dan memberi keyakinan mahkamah bahwa 22.034.193 tersebut telah menggunakan hak pilihnya dan mengakibatkan kerugian bagi pemohon," kata Saldi.
Saldi menegaskan pemohon tidak dapat membuktikan apakah pemilih siluman dimaksud menggunakan hak pilihnya atau tidak. Sehingga dengan argumentasi tersebut, mempersoalkan DPT menjadi tidak relevan.
Sebelumnya, Tim hukum 02 dalam gugatannya menyebut ada DPT siluman pada Pilpres 2019 sebanyak 17,5 juta pemilih. Jumlah itu diklaim berasal dari DPT tidak wajar dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) tidak wajar. Selain itu juga dinyatakan terjadi penambahan DPT siluman menjadi 22 juta usai KPU menambah 5,7 juta pemilih ke dalam DPK menjelang hari pencoblosan.
Oleh pihak pemohon, KPU dianggap tidak mampu menjelaskan alasan penambahan tersebut secara gamblang. Keberadaan DPT siluman itu diklaim membuat Jokowi-Ma'ruf unggul suara dari Prabowo-Sandi.