
Sleman, gatra.net – Dirjen Holtikultura Kementerian Pertanian mencatat sejak 2016 ada 65 perusahaan importir yang masuk daftar hitam. Kementan bersama Satgas Pangan Polri, KPK, sampai PPATK akan mengawasi importir 'hitam' itu.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Holtikultura Kementan Suwandi usai memimpin acara ‘Evaluasi Wajib Tanam dan Rapat Kordinasi Pelaksanaan Kegiatan Peningkatan Produksi Bawang Putih Nasional’ yang diselenggarakan Dirjen Holtikultura Kementan di Hotel Tentrem, Sleman, Rabu (26/9).
“Pada 2016 ada 15 perusahaan yang ditutup, kemudian menjadi 38 dan akhir tahun lalu ada 21 perusahaan. Sehingga total ada 65 perusahaan yang di-blacklist,” ujarnya.
Suwandi melanjutkan, perusahaan-perusahaan itu sering melanggar wajib tanam 5 persen dari kuota impor sebagai syarat utama impor. Selain itu ada juga pelanggaran pemalsuan dokumen impor, penjualan benih untuk konsumsi, dan tanda tangan kepala dinas.
Kementan berjanji importir bawang putih yang nakal tidak akan lagi diproses secara adminitrasi. Kementan akan melibatkan PPATK untuk mengecek sumber dana mereka.
“Langkah ini mencegah terjadi perusahaan kloning. Nama berbeda, tapi pemiliknya dan sumber dana sama. Kami akan tegas dalam hal ini untuk mempercepat proses swasembada pangan,” katanya.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi mengatakan hingga akhir tahun lalu tercatat 82 perusahaan yang diizinkan impor bawang putih oleh Kementan.
“Dari jumlah itu, 21 dinyatakan wanprestasi karena tidak melaksanakan wajib tanam,” katanya.
Sedangkan 23 perusahaan sudah melakukan wajib tanam dan sudah panen, kemudian 20 perusahaan dalam tahap akhir panen, dan 18 korporat menunggu panen pada Oktober 2019.
Kepala Sub Satgas Pangan Polri Kombes Helfi Assegaf mengatakan dari 557 pelaku kasus pangan yang ditangkap, ada 24 pihak melibatkan komoditas bawang putih. Menurutnya, ada faktor utama yang menyebabkan kartel bawang putih merebak.
“Adanya permintaan pasar, kemudian jumlah komoditas di lapangan dan harga. Ini yang menyebabkan kartel bawang putih leluasa melakukan kejahatan,” katanya.
Menurutnya, kasus pangan ini tak lepas dari upaya perang proksi. Salah satu indikatornya adalah munculnya kembali kasus pangan lama dan digunakan sebagai isu politik untuk menyerang pemerintah.