.jpg)
Potensi zakat nasional mencapai Rp230 triliun, namun yang terhimpun tidak sampai Rp10 triliun. Pengetahuan dan kepatuhan umat muslim untuk membayar zakat perlu ditingkatkan. Kini zakat bisa juga disalurkan lewat platfom digital.
Indonesia punya duit “tidur”. Jumlahnya fantastis. Diperkirakan menjacapai Rp230 triliun. Satu jumlah yang sangat berarti untuk mengentaskan kemiskinan. Dana itu adalah potensi zakat –jika seluruh muslim Indonesia membayar zakat—berdasarkan hasil penelitian teranyar Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
Potensi itu berupa pembayaran zakat perorangan 2,5% dari uang yang didapatkan, perusahaan 2,5% dari keuntungan, lalu deposito tercatat berdasarkan data Bank Indonesia. Termasuk juga 2,5% keuntungan BUMN yang bisa diakses publik.
“Hitungan 1,58% dari PDB itu sebagai patokan dari cara kami menghitung potensi,” kata Direktur Utama Baznas Arifin Purwakananta, Jumat, 24 Mei lalu. Meskipun potensinya besar, dana yang bisa dihimpun ternyata masih relatif kecil. Tahun 2018 pengumpulan zakat nasional mencapai Rp8,17 triliun. Tahun ini ditargetkan Rp10 triliun.
Dana itu tersebar, tidak hanya di pusat. Karena ada kaidah fiqh di mana dana dihimpun, di situ dana disalurkan. Baznas pusat mengelola Rp280 miliar, Aceh Rp400 miliar, dan Jawa Barat Rp400 miliar.
Menurut Arifin, pengetahuan dan kepatuhan umat terhadap zakat belum merata. Banyak yang beranggapan bahwa zakat hanya fitrah saja. Selain itu, tidak semua pembayar zakat/muzaki menyalurkan zakatnya ke lembaga resmi. Sehingga yang tercatat tidak banyak. Itulah sejumlah faktor mengapa dana zakat yang terhimpun relatif kecil dibandingkan potensinya.
Kini, kampanye Baznas menyasar segmen-segmen yang belum terjangkau. Terutama kepada generasi muda. Tidak hanya di masjid-masjid, tapi juga ke mal dan komunitas. Juga menyediakan cara pembayaran melalui platform digital.
Distribusi kepada penerima zakat (mustahik) melalui tiga kanal utama yaitu sosial, ekonomi dan dakwah. Saluran soasial diantaranya penyaluran zakat kepada korban bencana, orang sakit, siswa yang tidak punya biaya sekolah, dan tidak punya biaya kesehatan. Bentuknya beragam, tidak selalu berupa uang, tapi bisa saja dalam bentuk pembuatan klinik kesehatan atau tim tanggap bencana.
Saluran kedua, ekonomi. Bentuknya dengan cara memberikan modal usaha kepada mustahik, lalu mereka didampingi dan dibukakan akses pasar. Model seperti ini diterapkan oleh Baznas seluruh Indonesia.
Saluran ketiga adalah dakwah, yakni lewat lewat kegiatan capacity building, networking, dan pengembangan kebijakan publik yang sesuai dengan pembelaan terhadap orang miskin.
“Pos terbesar ada di ekonomi, karena memang niat kami kan membantu pemerintah mengurangi 1% keluarga miskin di Indonesia. Menurut catatan kami, 26% yang dibantu itu naik dari mustahik jadi muzaki, lepas dari kemiskinan. Itu buat saya suatu pencapaian dan mohon dukungan publik untuk terus men-support," kata Arifin kepada Ahmad Jilul Qurani Farid dari GATRA.
Menurut Arifin, kepercayaan publik terhadap Baznas terus meningkat. Di Baznas pusat, kepercayaan publik naik 36% sampai 40% tiap tahun sejak 2016. Untuk menjaga kepercayaan publik, Baznas berkomunikasi lebih intens kepada media dan bersikap terbuka terhadap informasi yang ingin diketahui publik.
Baznas juga diaudit berlapis. Mulai internal hingga audit syariah. “Masyarakat juga bisa mengawasi kami secara independen. Mereka bisa mendapatkan informasi detail sepanjang tidak ada data kerahasiaan muzakki dan mustahik,” Arifin menegaskan. Sebagai sebuah institusi, Baznas diawasi oleh Menteri Agama, diaudit oleh Kantor Akuntan Publik.
Hal serupa dilakukan Dompet Dhuafa Republika, lembaga amil zakat yang berdiri sejak 1993. Untuk menjaga kepercayaan donatur, Dompet Dhuafa Republika setiap tahun diaudit oleh kantor akuntan publik. Masyarakat juga bisa melihat secara langsung hasil auditnya. Donatur juga mendapat laporan dari Dompet Dhuafa terkait dengan pembayaran zakat yang mereka donasikan.
Dompet Dhuafa Republika berhasil menghimpun dana zakat Rp318 milyar sepanjang 2018. Dan pada tahun ini targetnya Rp500 milyar. Dana yang dikumpulkan disalurkan ke empat program utama, yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan sosial.
Lewat program pendidikan, Dompet Dhuafa membangun sekolah unggul bebas biaya di Parung, Bogor. Juga sekolah guru yang memberikan pelatihan bagi para pengajar di seluruh Indonesia. Guru yang mendapat manfaat pelatihan ini sudah mencapai 15.000 orang. Progam lainnya adalah beasiswa di seluruh Indonesia.
Program kesehatan Dompet Dhuafa sudah bisa membangun satu rumah sakit yang tidak berbayar. Ada tujuh rumah sakit yang disiapkan, seluruhnya dari dana zakat yang dihimpun Dompet Dhuafa. Program sosial meliputi pembangunan masjid, membiayai da'i berdakwah di seluruh Indonesia bahkan ke luar negeri.
Di era digital ini Dompet Dhuafa mengembangkan platform baru bernama Bawa Berkah, yang memudahkan orang untuk bisa donasi kapan dan di mana saja. Platform yang menyasar anak muda ini bekerja sama dengan Ovo, Grab, dan Kitabisa, untuk memudahkan donasi di mana pun ke Dompet Dhuafa.
Jika dulu rata-rata donatur Dompet Dhuafa menyumbangkan Rp1,5 juta per orang per tahun, sekarang rata-ratanya antara Rp20.000–Rp100.000 per orang, tapi jumlahnya banyak.
“Kalau dulu cuma beberapa ratus ribu orang donatur, sekarang ini sudah jutaan. Karena memang mereka donasinya Rp10.000–Rp50.000. Mereka masih milenial, tapi rutin per bulan,” kata Direktur Mobilisasi ZIS Dompet Dhuafa, Yuli Pujihardi, kepada Mahmuda Attar Husein dari GATRA.
Timpangnya jumlah dana zakat yang berhasil dihimpun dengan potensi zakat nasional memang menjadi tantangan tersendiri. Menurut Yuli, jika para muzaki menyalurkan zakatnya ke lembaga yang terdaftar, angka target nasional akan tercapai. “Jadi, ini sebenarnya adalah soal administrasi yang tidak tercatat, karena masih banyak orang yang membayar zakat ke lembaga yang tidak terdaftar,” katanya. Contohnya, orangtua santri yang menyalurkan zakatnya lewat pondok pesantren. Ada pula yang membayar zakatnya ke lebih dari satu lembaga zakat.
Faktor lain adalah pemahaman masyarakat yang cenderung menyalurkan langsung kepada keluarga atau tetangga, bukan ke lembaga resmi. “Ini masih jadi pekerjaan rumah kita, yang harus mengedukasi agar masyarakat bisa bayar zakat ke lembaga yang ada. Karena dengan melalui lembaga, pendistribusiannya lebih tepat sasaran,” kata CEO Rumah Zakat, Nur Efendi
Sepanjang tahun lalu, Rumah Zakat menghimpun dana zakat Rp120,5 miliar, naik dari tahun sebelumnya yang Rp113,3 miliar. Diproyeksikan tahun ini dana yang terkumpul bisa mencapai Rp130,2 miliar. Selanjutnya pada 2020 mencapai Rp143,2 miliar dan 2021 Rp160,4 miliar.
Rumah Zakat lebih fokus kepada pembangunan sumber daya manusia dan pendidikan. Salah satunya lewat program Desa Berdaya. “Sekarang ada 1.440 desa dari Aceh-Papua yang kita dampingi dan 46% dinyatakan mandiri secara ekonomi. Dalam arti sudah banyak donatur zakat dari desa tersebut,” tutur CEO Rumah Zakat, Nur Efendi.
Dalam menjaring muzakki baru, Rumah Zakat berusaha agar proses menunaikan zakat bisa lebih mudah. Seperti menyiapkan platform digital sharinghappines.org. Lewat platform ini, membayar zakat bisa di mana saja dan kapan saja. Rumah zakat juga mengembangkan digital network lewat kerja sama dengan Ovo, Gopay, Infaq.id, Bukalapak, dan Tokopedia.
Rosyid