
Jakarta, gatra.net - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami proses seleksi calon rektor di sejumlah Universitas Islam Negeri (UIN). Hari ini penyidik mengagendakan pemeriksaan terhadap dua calon rektor dari Universitas Islam Negeri (UIN) Ar- Raniry Banda Aceh yang juga merupakan guru besar.
Keduanya yakni mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Ar- Raniry Banda Aceh, Prof. Dr. Farid Wajdi Ibrahim dan Guru Besar UIN Ar-Raniry Syahrizal. Mereka sempat masuk dalam bursa pemilihan rektor perguruan tinggi Islam itu pada tahun 2018.
"Keduanya akan diperiksa untuk tersangka RMY [Romahurmuziy]," ujar Febri Diansyah, juru bicara KPK dalam keterangab tertulis, Selasa (18/6).
Sementara rektor Rektor UIN Ar-Raniry terpilih Warul Walidin sudah menjalani pemeriksaan Senin kemarin (17/6). Dia diperiksa berbarengan dengan enam orang saksi lainnya yakni tiga calon rektor UIN Sunan Ampel Surabaya. Mereka adalah Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, Masdar Hilmy; Guru Besar sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Akh Muzakki; dan satu Guru Besar lainnya Ali Mudlofir.
Kemudian tiga calon rektor dari Institut Agama Islam negeri (IAIN) Pontianak. Yakni Rektor IAIN Pontianak, Syarif ; Wakil Rektor, Hermansyah, dan seorang dosen bernama, Wajidi Sayadi.
Terkait pemeriksaan ini, Febri mengatakan bahwa KPK perlu mendalami proses selama para saksi mengikuti seleksi calon rektor ini. Lebih lanjut menurutnya pemanggilan sejumlah saksi ini untuk mengungkap peran dari mantan Ketua Umum (Ketum) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam proses seleksi calon rektor.
"KPK juga perlu mengklarifikasi apakah ada atau tidak peran dari RMY dalam proses seleksi tersebut, sejauh pengetahuan para saksi," ujar Febri saat dikonfirmasi Senin (17/6).
Sedangkan dalam kasus Rommy sendiri, Anggota Komisi XI itu ditetapkan menjadi tersangka bersama dengan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi dan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Provinsi Jawa Timur (Jatim), Haris Hasanuddin.
Rommy diduga menerima suap sejumlah Rp300 juta dari Haris dan Muafaq. Uang haram itu diberikan sebagai 'pelicin' untuk meloloskan mereka dalam seleksi pejabat tinggi di Kemenag.
Kemudian dalam proses penyidikan, penyidik KPK menemukan fakta baru terkait dengan proses seleksi rektor di sejumlah UIN di Indonesia. Sehingga dirasa perlu untuk meminta keterangan terhadap sejumlah calon rektor tersebut.
"Kami perlu melakukan verifikasi terhadap informasi baru yang ditemukan [dalam kasus Rommy]," ujar Febri.
KPK menyangka Rommy dan kawan-kawan selaku penerima suap diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan terhadap Muhammad Muafaq Wirahadi yang diduga selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.