
Tel Aviv, gatra.net - Insinyur Palestina yang bekerja sebagai perancang chip Israel, Mellanox Technologies siap untuk berbagi pembayaran sebesar US$ 3,5 juta atau setara dengan Rp 49,7 miliar. Hal ini akan terealisasikan saat pengambilalihan perusahaan oleh pemasok chip Amerika Serikat, Nvidia Corp selesai dilaksanakan.
Mellanox adalah salah satu dari segelintir perusahaan Israel yang telah mulai berkolaborasi dengan dunia teknologi Palestina yang baru-baru ini muncul. Mereka melewati konflik politik yang sedang terjadi antara dua negara tersebut, demi untuk terjalinnya kerjasama.
Perusahaan pembuat chip ini menawarkan opsi saham kepada lebih dari 100 insinyur Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Selama ini kebanyakan dari mereka bekerja sebagai kontraktor. Keahlian para insinyur Palestina sangat dicari oleh perusahaan multinasional yang berada di Israel yang sedang kekurangan ahli teknologi.
Mellanox mengatakan para desainer dan pembuat kode asal Palestina yang dipekerjakan perusahaan perangkat lunak ASAL Technologies, sekarang dapat menggunakan opsi-opsi tersebut. Hal ini dapat dilakukan setelah pengambilalihan Nvidia senilai US$ 6,8 miliar atau Rp 96,5 triliun
"Kami sangat bangga mereka (insinyur Palestina) memiliki ekuitas, sama seperti semua karyawan lainnya di perusahaan," ujar Kepala Eksekutif Mellanox, Eyal Waldman, dikutip Reuters, Senin (17/6).
"Tiga puluh atau empat puluh ribu dolar untuk seorang karyawan di Tepi Barat atau di Gaza adalah uang yang besar," tambah Waldman.
Institut Penelitian Kebijakan Ekonomi Palestina mengatakan bahwa upah rata-rata harian di Tepi Barat adalah US$ 28 atau Rp 397 ribu dan US$ 11 atau Rp 156 ribu di Gaza.
CEO ASAL, Murad Tahboub mengungkapkan 125 dari 350 orang karyawannya bekerja secara eksklusif untuk Mellanox. Mereka membuat produk yang menghubungkan basis data, server dan komputer.
"(Mellanox) melihat nilai, mereka melihat kesetiaan dalam hubungan itu. Pasar Israel memberikan peluang bagi seluruh sektor teknologi Palestina," tutur Tahboub.
Klien ASAL lainnya yaitu Microsoft, Intel dan Cisco. Tahboub mengatakan para insinyurnya mendesain 70% Cortana, asisten virtual yang dibuat oleh Microsoft. Perlu diketahui juga bahwa Perguruan Tinggi di Palestina telah melahirkan setidaknya 3.000 insinyur pada tahun lalu. Hal ini memberikan peluang bagi Palestina untuk bekerjasama dengan Israel dalam hal teknologi.
Kendati begitu, Tahboub menyayangkan dengan adanya pembatasan wilayah yang ketat antara kedua negara tersebut. Hal ini dinilai menghalangi perusahaan multinasional untuk berinvestasi atau melakukan outsourcing dari wilayah Palestina.
“(Investor) menghindari risiko. Mengapa saya harus berinvestasi dalam sebuah startup di Palestina jika saya tidak yakin apakah pemilik startup itu dapat melakukan perjalanan ke AS?" katanya.
Tantangan-tantangan itu sangat terasa di Gaza, yang telah mengalami penderitaan ekonomi selama bertahun-tahun yang disebabkan blokade Israel dan Mesir. Kerja sama ekonomi antara Israel dan Gaza sebagian besar terbatas pada pedagang yang mengimpor barang, termasuk semen dan bensin.
Baik Mellanox dan ASAL sepakat bahwa teknologi dapat menjadi pendorong utama bagi kemajuan ekonomi Gaza. Selain itu mereka jugabberencana untuk meningkatkan tenaga kerja bersama di Gaza dari 25 insinyur saat ini.
Waldman berharap kolaborasi kedua perusahaan ini nantinya dapat membantu meningkatkan hubungan dan mengurangi ketegangan antara warga Israel dan Palestina.
"Semakin banyak gesekan positif di antara dua orang, semakin baik bagi kita, bagi lingkungan, bagi Israel, bagi Palestina. Saya pikir kita dapat memberikan dampak (yang baik)," pungkasnya.