
Jakarta, gatra.net - Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, Syarif membantah proses seleksi rektor di institusinya tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Ia menegaskan, dalam proses seleksi calon rektor itu, dirinya menjalani sesuai Peraturan Menteri Agama Nomor 68 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada Perguruan Tinggi Keagamaan yang Diselenggarakan oleh Pemerintah.
"Udah detail di sana (diperiksa penyidik). Kemenag kan punya prosedural ada PP 68 ada SK Dirjen," ujar Syarif usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Gedung KPK, Senin (17/6).
Bahkan ia mengaku dalam pemilihan rektor di IAIN Pontianak tersebut, juga terdapat panitia seleksi, tim senat, kemudian komisi seleksi. Sehingga mustahil menurutnya pemilihan itu dapat diintervensi oleh siapa pun.
"Ada tim pansel, tim senat, kemudian komsel, 7 Professor ndak bisa diintervensi," tambah Syarif.
Syarif merupakan satu dari tujuh orang saksi terkait calon seleksi rektor dalam prose penyidikan dengan tersangka mantan Ketua Umum (Ketum) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muchammad Romahurmuziy alias Rommy.
Selain Syarif turut diperiksa Wakil Rektor IAIN Pontianak, Hermansyah dan seorang dosen IAIN Pontianak bernama Wajidi Sayadi.
Lalu 3 orang dari UIN Sunan Ampel Surabaya. Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, Masdar Hilmy; Guru Besar sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Akh Muzakki; dan satu Guru Besar lainnya Ali Mudlofir.
Dan satu orang lainnya yakni Rektor UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Warul Walidin.
"Saksi-saksi diperiksa untuk tersangka RMY (Romahurmuziy)," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (17/6).
Namun Febri belum mau mengungkapkan lebih rigid hubungan kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) dengan tersangka Rommy dengan pemanggilan sejumlah calon rektor UIN ini.
"Kami perlu melakukan verifikasi terhadap informasi baru yang ditemukan," tambah Febri.
Sedangkan dalam kasus Rommy, Anggota Komisi XI itu ditetapkan menjadi tersangka bersama dengan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi dan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Provinsi Jawa Timur (Jatim) Haris Hasanuddin.
Rommy menerima suap sejumlah Rp 300 juta dari Haris dan Muafaq. Uang haram itu diberikan sebagai pelicin untuk meloloskan mereka dalam seleksi pejabat tinggi di Kemenag .
Atas perbuatannya KPK menyangka Rommy dan kawan-kawan selaku penerima suap diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan terhadap Muhammad Muafaq Wirahadi yang diduga selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.