Home Gaya Hidup Ramadan Toleran, Umat Islam dan Komunitas Kristiani di Cilacap Buka Bareng

Ramadan Toleran, Umat Islam dan Komunitas Kristiani di Cilacap Buka Bareng

Cilacap, gatra.net – Umat Islam dan Kristiani di Majenang Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah,  mengadakan sarasehan budaya dan buka bersama di kompleks Gereja Paroki Theresia, Majenang, Senin (27/5) sore hingga malam. Acara  tersebut  diikuti sekitar 200 orang dari berbagai komunitas lintas agama.

Ketua Panitia yang juga perwakilan komunitas Kristiani, Nico Wahyu Widiatmoko, mengatakan bahwa buka bersama itu adalah wujud kerukunan dan toleransi masyarakat Majenang yang telah terjalin sejak puluhan tahun silam. Buka bersama  itu hanyalah salah satu contoh kecil toleransi pada saat Ramadan.

“Bersyukur bagaimana kami menjalin kebersamaan. Menjalin toleransi dan menjalin satu rasa. Bisa terwujud sore ini, dengan menggelar acara sarasehan dan buka bersama,” katanya, Senin (28/5) malam.

Pada acara itu, kata Nico, jemaat atau komunitas Kristiani menyiapkan hidangan berbuka bersama untuk umat Islam yang berasal dari berbagai komunitas, seperti Komunitas Gusdurian, Ormas NU, Banser, dan Muhammadiyah. 

Menurut dia, tujuan besar kegiatan tersebut adalah  cara umat Kristiani menghormati dan menghargai umat Islam yang tengah menjalankan ibadah puasa Ramadan. Umat Kristiani, kata dia, juga turut bergembira pada saat Ramadan ini. “Kerja sama komunitas Gusdurian, dari saudara-saudaraku muslim dan juga dari jemaat Kristiani, di wilayah Majenang ini, sudah terjalin lama,” ucapnya.

Koordinator Gusdurian Majenang, Murtadlo, mengatakan bahwa sarasehan dan buka bersama itu  merupakan salah satu upaya komunitas lintas agama meneguhkan kebersamaan di tengah isu sektarian yang belakangan marak di Indonesia.

Komunitas lintas agama hendak meneruskan tradisi Islam yang toleran dan perjuangan ulama, terutama Gus Dur, yang memperjuangkan Islam inklusif atau Islam yang terbuka. “Ini adalah warisan penduhulu kita. Para ulama, bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamiin,” kata Murtadlo.

Menurut dia, para pendiri negara juga telah menyepakati dasar negara bukan berdasar agama, melainkan berazaskan agama. Pancasila dan UUD 1945 adalah wujud kesepakatan antarumat beragama bahwa Indonesia didirikan untuk seluruh penganut agama, suku, dan budaya yang berbeda-beda.

“Kesepakatan itu dalam bentuk pancasila, agar kita tidak  berkelahi. Ini sama artinya dengan kita saling menghormati. Bentuk dari negara ini, yang kemudian disepakati sebagai dasar negara, Pancasila dan UUD 1945,” ujarnya.

Dia  meminta  seluruh umat beragama di Tanah Air untuk saling menghormati dan menghargai. Lebih dari itu, sebagai sesama bangsa Indonesia, antarumat beragama harus saling melindungi. Dengan begitu, kerukunan akan terus terjalin pada masa mendatang. “Ini yang kemudian coba kita pertahankan dengan warisan yang bisa kita teruskan, tentang kerukunan. Sehingga pada sore  ini, kita dari beberapa komunitas beragama bisa  berkumpul,” katanya.

Dalam sarasahan budaya, sebagai pembicara utama adalah Akhmad Tohari (budayawan Banyumas), Romo Boni Fasius Abbas (rohaniwan Katolik), dan K.H. Hizbullah Huda (Ketua MWC NU Majenang).

507