Home Politik Penggugat di MK Disebut Tidak Pernah Menang

Penggugat di MK Disebut Tidak Pernah Menang

Jakarta, gatra.net - Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini menuturkan sengketa Pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menjadi tradisi dalam Pemilu. Langkah ini diambil pasangan calon presiden-wakil presiden yang kalah sejak 2004 lalu.

"MK seolah-olah menjadi tradisi Pemilu dan ketatanegaraan kita sebagai saluran keberatan terhadap hasil Pemilu yang diselenggarakan KPU," kata Titi dalam diskusi Polemik Trijaya di D'Consulate, Jakarta, Sabtu (25/5).

MK telah menangani sengketa hasil pemilihan sejak Pilpres langsung pertama pada 2004 silam. Saat itu ada lima pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berkompetisi, yaitu Wiranto-Salahuddin Wahid, Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi, Amien Rais-Siswono Yudohusodo, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla (JK), dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.

Baca Juga: Prabowo Tunjuk BW dan Denny Indrayana Sebagai Kuasa Hukum. Ini Alasannya

Pilpres 2004 lantas dimenangkan pasangan SBY-JK. Titi mengatakan paslon yang kalah, seperti Megawati dan Wiranto, kala itu menggugat ke MK.

Pada Pemilu 2009, ada tiga paslon yang bertarung, yaitu SBY-Boediono, Megawati-Prabowo Subianto, dan JK-Wiranto. KEtika pasangan SBY-Boediono keluar menjadi pemenang, lagi-lagi paslon yang kalah mengajukan gugatan ke MK.

Pada 2014, ada dua paslon yang bertarung, yakni Prabowo-Hatta Rajasa dan Jokowi-JK. Merasa ada kecurangan, Prabowo-Hatta menggugat hasil Pilpres tersebut ke MK.

"Hal itu bukan berarti yang menggugat selalu mengalami kekalahan. Tetapi pemohon selalu tidak berhasil membuktikan dalilnya. Sebab, dalil pemohon atau yang menjadi keberatan bukanlah angka yang ditetapkan KPU," paparnya.

Baca Juga: Picu Kerusuhan, Andi Arief Sebut Tiket BPN ke Istana Hanya Ilusi

Titi juga melihat pola yang sama terkait keberatan para pemohon selalu terjadi sejak Pemilu 2004 hingga saat ini. Seperti ada daftar pemilih tetap (DPT) yang disebut bermasalah karena ditetapkan tidak dengan kredibel, valid, dan akurat, sehingga memengaruhi keterpilihan dan membuat suara paslon tersebut dirugikan.

Selain itu, pola lainnya adalah terkait kebijakan inkumben yang membuat pemilih tidak bisa memberikan suara dengan jujur dan adil.

"Untuk memperkuat dalil dalam sengketa Pemilu, perlu alat bukti yang banyak. Seperti dokumen, saksi ahli dan fakta, hingga petunjuk dan keterangan pihak terkait. Dari banyak putusan MK tidak menampik ada maladministrasi Pemilu. Tapi dampaknya tidak memengaruhi hasil, sehingga karena tidak pengaruhi hasil, tidak dikabulkan MK," ucapnya. 

535