
Jakarta, gatra.net - Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Mei ini menilai stabilitas sektor jasa keuangan dalam kondisi terjaga. Kinerja intermediasi sektor jasa keuangan terlihat positif dan profil risiko lembaga jasa keuangan pun manageable.
“Pertumbuhan ekonomi advanced economies (AE) di Q1 2019 yang berada di atas ekspektasi, memberikan sentimen positif bagi pasar keuangan global di April 2019. Namun, peningkatan tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina, menyebabkan naiknya tekanan di pasar keuangan global sejak awal Mei 2019. Kondisi ini mengakibatkan risk-off investor di pasar keuangan emerging markets (EM), termasuk Indonesia,” sebut Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis OJK, Anto Prabowo dalam keterangan yang diterima gatra.net, Rabu (22/5).
Sementara itu, rilis data pertumbuhan ekonomi Q1-2019 dan kinerja eksternal Indonesia di awal Mei 2019 belum memberikan sentimen positif terhadap pasar keuangan domestik.
Baca Juga: Antisipasi Perang Dagang, Jokowi Kumpulkan Menteri Ekonomi di Istana
Sejalan dengan perkembangan tersebut, IHSG meningkat sebesar 4,21% sepanjang Januari s/d April 2019. Nilai net buy investor nonresiden total di seluruh pasar tercatat sebesar Rp65,24 triliun.Dengan rincian, net buy di pasar reguler sebesar Rp6,62 triliun serta net buy di pasar nego (over the counter) dan tunai sebesar Rp58,62 triliun.
Penguatan juga terjadi di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Ini tercermin dari net buy di pasar SBN oleh investor nonresiden sebesar Rp67,1 triliun (year-to-month/ytm) dan turunnya rata-rata yield SBN sebesar 26,54 basis poin/bps ytm.
“Namun demikian, sejalan dengan naiknya ketidakpastian di pasar global, pasar keuangan melemah di Mei 2019. Investor nonresiden membukukan net sell sebesar Rp7,83 triliun month-to-date (mtd) hingga 17 Mei 2019, yang mempengaruhi penurunan IHSG sebesar 9,7% mtd. Di periode yang sama, investor nonresiden juga mencatatkan net sell di pasar SBN sebesar Rp5,9 triliun dan yield SBN meningkat sebesar 24,2 bps mtd,” jelasnya kemudian.
Baca Juga: Tingkat Literasi Rendah, BEI Selenggarakan Sekolah Pasar Modal
Kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan masih positif di April 2019. Kredit perbankan tumbuh sebesar 11,05% year-on-year (yoy), didorong oleh pertumbuhan kredit investasi yang mencapai level tertingginya dalam tiga tahun terakhir. Sementara itu, pertumbuhan piutang pembiayaan stabil pada level 4,52% yoy, di tengah masih moderatnya pertumbuhan piutang pembiayaan multiguna.
Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 6,63% yoy, didorong oleh pertumbuhan deposito sebesar 7,21% yoy. Sementara itu, sepanjang Januari-April 2019, asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi berhasil menghimpun premi masing-masing sebesar Rp58,8 triliun dan Rp34,2triliun.
Sepanjang tahun ini (Januari-17 Mei 2019), emiten berhasil menghimpun dana melalui pasar modal sebesar Rp 38,04 triliun. Tercatat, jumlah emiten baru sebanyak 9 perusahaan (dari 9 IPO saham).
Baca Juga: Investor Pasar Modal di Provinsi Bali Tumbuh Signifikan
Lembaga jasa keuangan sampai April juga mampu menjaga profil risiko pada level yang manageable. Risiko kredit perbankan berada pada level yang rendah, tercermin dari rasio kredit macet alias Non-Performing Loan (NPL) gross perbankan sebesar 2,57% (NPL net: 1,15%). Sementara itu, rasio Non-Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan stabil pada level 2,76% (gross) dan 0,61% (nett). Risiko nilai tukar perbankan berada pada level yang rendah, dengan rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 2,04%, di bawah ambang batas ketentuan.
Likuiditas dan permodalan perbankan juga berada pada level yang memadai. Liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core deposit masing-masing sebesar 197,56% dan 96,51%, di atas ambang batas ketentuan. Kondisi ini juga didukung dengan jumlah total aset likuid perbankan yang mencapai sebesar Rp1.266 triliun di April 2019.
Permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang tinggi. Capital Adequacy Ratio perbankan sebesar 23,47%. Sejalan dengan itu, Risk-Based Capital industri asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 310% dan 437%, jauh di atas ambang batas ketentuan.
“Di tengah masih tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global, OJK secara konsisten terus memantau perkembangan terkini perekonomian dan pasar keuangan global, serta kemungkinan dampaknya terhadap kinerja sektor jasa keuangan domestik. OJK juga akan senantiasa mendorong penguatan lembaga jasa keuangan guna menjaga stabilitas di sektor jasa keuangan,” tutup Anto.