
Jakarta, gatra.net - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyesalkan kejadian siswa yang tidak diluluskan oleh sekolah karena bersikap kritis. Pernyataan ini disampaikan menanggapi kasus Al, siswa SMAN 1 Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, yang tidak diluluskan karena sikap kritis terhadap kepala sekolah.
Al menulis status di Facebook, pada Januari lalu, berisi protes kepada kepala sekolah karena memulangkan para siswa yang terlambat masuk. Padahal siswa terlambat karena ada perbaikan jalan.
“Ini adalah salah satu potret nyata betapa pentingnya perbaikan mutu pendidikan Indonesia, bukan hanya kurikulum tapi juga kompetensi kepribadian dan profesionalisme para pendidiknya,” kata juru bicara PSI Milly Ratudian Purbasari di Jakarta Senin (20/5).
Menurut Milly, sikap kritis merupakan salah satu kemampuan penting yang harus dikembangkan di sekolah. Umpan balik yang kritis dari siswa seharusnya diapresiasi oleh pihak sekolah, bukan ditekan atau dibungkam oleh pendidik.
Reaksi kepala sekolah tempat Al belajar menunjukkan rendahnya kompetensi yang dimiliki pemimpin di sekolah. Padahal seorang kepala sekolah memiliki tanggung jawab besar sebagai panutan dan harus mampus memberikan contoh pada para guru dan siswa.
“Kebiasaan mendengar kritikan dan berdiskusi harus dibangun, sehingga ada komunikasi dua arah di sekolah. Pelajaran tentang demokrasi, tentang keterbukaan dan menyuarakan pendapat secara kritis sebenarnya tidak melalui buku teks dan kurikulum,” lanjut Milly.
PSI mendukung KPAI yang sedang mendampingi Al dan meminta Gubernur NTB untuk dapat memfasilitasi rapat Kepala Daerah dan Dinas Pendidikan Provinsi NTB dengan pihak sekolah.
“Semoga dapat diusut lebih lanjut mengenai alasan ketidaklulusan Al disertai bukti-bukti yang lebih jelas. Al juga perlu diundang untuk menyampaikan keterangannya secara bebas,“ ujar Milly.