
Jambi, gatra.net – Ada hal yang kontradiksi terjadi di Jambi. Partai pendukung Jokowi yaitu PDIP dan Golkar justru menjadi pemenang pemilu legislatif sebaliknya Jokowi justru kalah dalam pemilihan presiden 9 April lalu.
Golkar bahkan berhasil membawa kadernya ke Senayan dua orang yaitu mantan Gubernur Jambi periode 2010-2015, Hasan Basri Agus dan Saniatul Lativa. Satu-satunya partai di Jambi yang berhasil menempatkan dua wakilnya. Partai lain masing-masing hanya mendapat satu kursi, dari delapan kursi yang diperebutkan.
Soal pilpres, Jokowi hanya menang di tiga kabupaten: Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat, dan Tanjung Jabung Timur. Di Muaro Jambi, Jokowi meraih 125.191 suara sedangkan rivalnya 109.829 suara. Di Tanjung Jabung Barat Jokowi menang tipis 87.977 vs 86.277 suara, sementara di Tanjung Jabung Timur, Jokowi menang 78.087 berbanding 60.346.
Sementara Jokowi kalah telak di dua daerah yaitu Kabupaten Kerinci Jokowi 9.179 berbanding 46.438 suara dan Kota Sungai Penuh 43.069 melawan 121.470 suara. Selebihnya, daerah lain semua dimenangkan pasangan Prabowo – Sandi.
Alhasil hasil akhirnya, Jokowi – Ma’ruf hanya meraih 859.833 suara sementara rivalnya pasangan Prabowo Sandi meraup 1.203.025 suara.
Ketua DPD PDIP sekaligus Sekretaris Tim Kampanye Daerah (TKD), Edi Purwanto mengaku sudah maksimal berusaha memenangkan pasangan Jokowi – Ma’ruf. Namun dia mengakui bahwa pelaksanaan pilpres yang pileg yang dilaksanakan serentak membuat mereka menjadi terbelah konsentrasi.
“Itu yang menjadi alasan pertama. Alasan kedua, betapa hoaks dan politik identitas yang dimainkan pihak lawan ternyata cukup jitu,” katanya kepada gatra.net, Selasa (14/5) melalui telepon genggam.
Edi mengakui bahwa lima tahun lalu, Jokowi menang karena belum ada politik identitas. Kemudian, saat itu, pilpres dan pileg tidak digelar serentak.
Soal pemilu serentak ini juga diamini oleh juru bicara Badan Pemenangan Daerah (BPD) Prabowo – Sandi, Tengku Muhammad Nazli. Namun Nazli membantah jika penyebab kemenangan Prabowo – Sandi semata-mata karena politik identitas.
“Itu tidak benar sama sekali. Kita melihat kemenangan Prabowo – Sandi memang karena masyarakat secara sadar, dengan nuraninya memang memilih pasangan ini. Mereka yakin perubahan akan dibawa Prabowo – Sandi,” ujarnya kepada gatra.net, Selasa (14/5) melalui telepon genggam.
Nazli juga berharap lima tahun mendatang, pilpres dan pileg tidak lagi dilaksanakan secara serentak agar masing-masing pihak bisa secara all out bekerja dan penyelenggara pemilu tidak kelelahan hingga mengakibatkan kematian.
“Ini merupakan pemilu terburuk dalam sejarah Indonesia. Kita yang mestinya bergembira justru berduka karena hampir 600 orang penyelenggara pemilu wafat karena kelelahan,” ucapnya.