
Jakarta, gatra.net - Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag), ekspor produk batik Indonesia terus mengalami peningkatan. Nilai ekspor batik sebesar US$340,77 juta pada 2014, US$336,644 juta pada 2015, US$ 372,607 juta pada 2016, US$432,707 juta pada 2017, dan terakhir US$491,833 juta pada 2018. Dengan demikian, ekspor batik mengalami tren kenaikan sebesar 10,35%.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag, Arlinda mengungkapkan peningkatan ekspor batik didorong oleh meningkatnya antusiasme pasar global. Adapun lima negara tujuan utama ekspor batik Indonesia pada 2018 adalah Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Jerman, dan Belgia.
"Kemendag secara aktif melakukan misi dagang dan mengikuti berbagai pameran internasional untuk mempromosikan produk batik Indonesia. Batik dan tenun tidak hanya dipasarkan sebagai produk, tetapi juga membawa misi untuk memperkenalkan kearifan dan tradisi lokal Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Selasa (14/5).
Baca Juga: Batik Jambi jadi Ikon Batik Nusantara 2019
Apresiasi dunia terhadap batik dimulai ketika adanya pengakuan dari UNESCO (badan PBB untuk Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan-red) mencatatkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan Dunia untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi pada 2 Oktober 2009.
“Ditambah lagi dipilihnya batik sebagai dress code sidang DK PBB. Ini merupakan bentuk penghormatan para anggota DK PBB bagi Indonesia yang memegang Presidensi Dewan Keamanan PBB untuk Mei 2019,” ungkapnya.
Menurutnya, batik Indonesia dapat menguasai pasar batik dunia melalui aspek keunggulan komparatif dan kompetitif. Ini tercermin dari bahan baku dan tenaga pengrajin batik yang melimpah. Pihaknya mencatat terdapat 101 pusat pengrajin batik di Indonesia yang mampu menyerap sekitar 15.000 tenaga kerja.
“Selain itu, penggunaan pewarna alami merefleksikan usaha yang dilakukan para pengrajin batik untuk menghasilkan produk yang ramah lingkungan dan mempunyai nilai tambah tinggi,” tutupnya.