
Jakarta, gatra.net - Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) menegaskan bahwa rumah sakit yang pimpinannya bukan dokter tidak bisa mendaftar akreditasi. Sebab, hal tersebut merupakan salah satu syarat yang wajib dipenuhi rumah sakit untuk mengurus akreditasi.
"Tidak bisa, karena kan ada di undang-undang. Jadi, di UU Rumah Sakit itu bahwa kepala atau direktur rumah sakit itu adalah tenaga medis," kata Sekretaris Eksekutif KARS, Djoti Atmojo di Jakarta, Kamis (9/5).
Baca Juga: Rumah Sakit di Perbatasan Ini Jadi Tempat Studi Banding
Djoti menjelaskan, persyaratan tersebut tidak semena-mena dibuat oleh KARS. Peraturan itu sebetulnya telah ditetapkan berdasarkan Pasal 34 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
"Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan," tutur Djoti.
Lebih lanjut, aturan tersebut juga disebutkan dengan jelas di dalam Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit yang dibuat KARS (SNARS). Standar penilaian yang dibuat sejak 2018 itu menyebutkan, untuk lulus akreditasi, rumah sakit harus dipimpin oleh tenaga medis yang merupakan dokter atau dokter gigi.
Baca Juga: Puluhan RS-Puskesmas di Magelang Tak Punya Izin Kelola Limbah Beracun
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Kuntjoro Adi Purjanto mengatakan bahwa kondisi seperti ini bisa menjadi beban bagi rumah sakit yang pimpinannya bukan dokter. Sebab, untuk mendaftar akreditasi, artinya rumah sakit bersangkutan harus mengubah struktur internalnya.
"Mungkin saja, karena pemahaman filosofisnya kan beda. Lagi pula, kadang-kadang pemiliknya tidak punya komitmen yang kuat untuk akreditasi," ujar Kuntjoro.