Home Ekonomi Buruh Di Surabaya Tuntut Haknya di Depan Gedung Grahadi Surabaya

Buruh Di Surabaya Tuntut Haknya di Depan Gedung Grahadi Surabaya

Surabaya, gatra.net- Ribuan buruh memperingati hari buruh internasional di depan Gedung Grahadi, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Rabu (1/5). Massa buruh itu terdiri dari pelbagai organisasi buruh, diantaranya ada Aliansi Jurnalis Surabaya (AJI) dan serikat buruh lain di Jawa Timur.

Sekitar pukul 11.00 WIB, Rabu (1/5) diawali long march dari Jalan Basuki Rahmat, dengan membawa spanduk dan poster bertuliskan "Pekerja Bank Juga Buruh," Cabut PP No 78 2015 tentang pengupahan," "penuhi hak buruh prempuan." Masih banyak lqgi poster dengan tulisan bernada poster.

Ketua AJI Surabaya, Miftah Faridl didapuk untuk memberikan orasi politik. Ia menyebut jurnalis juga buruh karena ada hubungan industrial di dalamnya. Atas dasar pandangan itu, dia meminta kepada jurnalis lain untuk sadar.

"Harus sadar kelas bahwa kalian juga adalah buruh, ada UU no 13 tahun 2003 yang mengikat kita sebagai buruh," jelasnya.

Lebih jauh, Faridl menjelaskan jurnalis bukan hanya diikat dengan undang-undang profesi tapi juga diikat dengan undang-undang ketenagakerjaan. Saat ini, kesejahteraan dan perlindungan untuk pekerja media pun masih jauh dari kata ideal.

"Kalau kemudian kelas ini tidak segera dibentuk, maka jangan kaget banyak jurnalis yang dipecat, tidak segera bergerak," ungkap Faridl.

Tak hanya itu, Faridl juga menyebut, realitanya masih banyak jurnalis di Surabaya yang digaji di bawah upah minimum regional (UMR). Banyak yang digaji hanya Rp2 juta saja. Padahal UMR saat ini Rp3,871 juta.

"Kalau menurut peraturan sesuai dengan Pemkot Surabaya, gaji wartawan harus UMR+20 persen," kata Faridl.

Faridl menilai masih banyak jurnalis yang tidak sadar akan kelasnya, banyak di antara jurnalis yang pongah, dan malu dikatakan sebagai kelas pekerja, karena menganggap dirinya sebagai karyawan.

Tak sadar akan kelasnya, justru membuat jurnalis tersebut lemah, dan mudah sekali menjadi korban penindasan hubungan industrial. Maka lewat momen hari buruh inilah ia berharap jurnalis segera sadar.

"Akar kesalahan sebagai kelas pekerja, isu soal kesejahteraan, isu soal kesehatan, isu perlindungan, isu soal apapun yang berhubungan dengan hajat hidup kita, tidak akan pernah bisa kita perjuangkan, tanpa ada kesadaran kelas," ujarnya.

"Suka tidak suka saya pun merasakan ketika perjuangan kawan-kawan (buruh) menunaikan bahwa upah harus naik, jurnalis juga merasakan hasilnya nya, maka munafik ketika mereka (jurnalis) mencibir," ujarnya.

 

Reporter: Muhammad Rizky

Editor: Bernadetta Febriana