
Solo, gatra.net – Asosiasi pengembang perumahan Real Estate Indonesia (REI) mencatat kebutuhan rumah di Solo Raya mencapai 45.000 hunian. Namun REI mengakui sulit menambah perumahan di kabupaten di Solo Raya karena belum mengesahkan aturan rencana tata ruang wilayah (RTRW).
Ketua REI Solo Raya Anthony Abadi Hendro Prasetyo mengatakan, saat ini kendala pengembangan perumahan adalah lahan. Di Solo Raya, lahan untuk perumahan makin minim.
”Untuk rumah kategori MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) dengan kisaran harga Rp 130 juta, per meter kami harus membeli lahan seharga Rp 300 ribu per meter. Untuk dapat harga tanah Rp 250 ribu per meter sudah sangat sulit,” ucapnya saat ditemui di Solo, Selasa (30/4).
Apalagi pemerintah provinsi telah merevisi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah. Di tingkat kabupaten dan kota, aturan turunan perda itu belum disahkan. Akibatnya zona hijau, zona perumahan, dan zona industri di tiap kabupaten belum jelas.
”Ini yang semakin menyulitkan para pengembang membidik wilayah baru untuk perumahan,” ucapnya.
Padahal REI mencatat kebutuhan hunian di wilayah Solo Raya mencapai 45.000 rumah. Tahun ini REI menargetkan dapat menjual 6.000 rumah. Hingga bulan April, penjualan mencapai 20 persen dari target.
”Tahun lalu kami menargetkan penjualan 5.000 rumah dalam setahun, realisasinya hanya 4.000-an rumah lebih sedikit,” ucapnya.
Untuk itu, REI meminta pemerintah kabupaten di Solo Raya segera mengesahkan Perda RTRW. Dengan begitu, pengembang dapat lebih leluasa saat berekspansi di zona yang disahkan untuk perumahan.
”Apalagi karakteristik masyarakat Solo Raya ini masih senang dengan hunian rumah (tapak). Mereka enggan melirik hunian vertikal. Sebab mereka masih senang memegang sertifikat hijau (sertifikat hak milik),” ucapnya.