Home Ekonomi Walhi: Belt and Road Inisiative (BRI) Jebak Negara Mitra Dalam Lingkaran Hutang ke Cina

Walhi: Belt and Road Inisiative (BRI) Jebak Negara Mitra Dalam Lingkaran Hutang ke Cina

Jakarta, gatra.net - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) kini tengah menyoroti perkembangan forum perjanjian Belt and Road Inisiative (BRI) di Tiongkok. Pasalnya, kerjasama tersebut dinilai WALHI hanya akan menjebak negara-negara mitra dalam lingkaran hutang.

Disebutkan Manager Pengkampanye Keadilan Iklim dan Isu Global WALHI, Yuyun Pramono di Kantornya Mampang Jakarta Selatan, bahwa BRI hanya akan menjebak mitra dalam hutang hingga menangguhkan puluhan persen saham dalam suatu proyek.

"Belt and Road Inisiative (BRI) menjebak negara-negara mitra dalam jebakan utang," ujarnya usai lakukan konferensi pers di kantornya (29/04).

Salah satu negara yang sudah mengalami jebakan tersebut adalah Sri Lanka karena kasus gagal bayar kepada Cina dalam proyek pembangunan pelabuhan Hambantota yang berada di pantai selatan Sri Lanka.

"Beberapa negara di Asia Selatan dan Afrika keberatan project ini salah satunya karena jebakan utang. Ada pelabuhan yang dibangun di Sri Lanka dan pemerintah Sri Lanka tidak mampu mengembalikan utang ke Cina sehingga pelabuhan harus dijual ke Cina sampai 50 persen saham," ujar Yuyun.

Akibat dari jebakan hutang tersebut Sri Lanka harus berurusan dalam kepemilikan saham hingga 99 tahun kedepan dengan jumlah tanggungan USD 8 Miliar setara dengan 94% PDB Sri Lanka. Memang diakui Yuyun,  dalam hal ini Sri Lanka menerapkan skema G to G (goverment to goverment) yang tidak akan diterapkan oleh pemerintah Indonesia yang menggunakan skema business to business (b to b).  

Skema business to business menyebutkan tidak adanya aliran dana ke pemerintah dan tidak ada kewajiban jaminan dari pemerintah Indonesia. Namun hal tersebut tidak disebutkan secara gamblang dan bagaimana menurut Yuyun tetap saja tidak bisa dipisahkan antara swasta dan hutang negara.

"Negara lain g to g. Seperti yg disampaikan Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan, Indonesia pakai skema b to b. Namun, tetap saja b to b yang menggaransi itu seringnya pemerintah. Meski utang itu adalah utang swasta, yang menjamin adalah negara. Tidak bisa dipisahkan secara gamblang utang swasta dan utang negara," tutupnya.

 

 

 

1839