Home Politik Bawaslu Malra: Penolakan PSU Bisa Masuk Unsur Pidana

Bawaslu Malra: Penolakan PSU Bisa Masuk Unsur Pidana

Ambon, gatra.net- Ketua Bawaslu Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) Maks Leftew, menanggapi penolakan KPU Malra terkait rekomendasi Panwas Kecamatan Kei Besar Selatan untuk dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Desa Weduar.
 
Menurutnya, jika KPU Malra tidak melakukan PSU sesuai rekomendasi yang dikeluarkan jajarannya, maka pihaknya dapat memberikan sanksi pidana. Tentu berdasarkan peraturan perundang-undangan.
 
"Saya kira itu hak KPU untuk membuat keputusan. Ya tentu di dalam amanat Undang-Undang bahwa KPU bisa dikenai sanksi pidana apabila tidak melaksanakan rekomendasi PSU yang dikeluarkan Bawaslu, apabila sudah memenuhi unsur," kata Maks kepada gatra.net, Jumat sore (26/4/2019).
 
Maks mengaku pihaknnya akan kembali mengkaji penolakan rekomendasi PSU. Jika ternyata penolakan itu masuk kategori unsur pidana, pihaknya akan kembali meminta klarifikasi KPU.
 
"Tentu Kita akan melihat ke sana. Apabila benar benar-benar sudah melanggar pasal itu atau ketentuan pidananya, maka kita pasti akan mengundang KPU untuk kita klarifikasi soal tindak pidana yang dilakukan oleh KPU," jelasnya.
 
Penolakan KPU, kata Maks, berdasarkan penafsiran Pasal 372 ayat 1. Mereka menilai PSU akan dilakukan jika proses pembakaran terjadi di TPS.
 
"Memang alasan mereka bahwa kejadiannya sudah terjadi pada saat kotak suara sudah sampai di PPK. Namun menurut pendapat kita, rekomendasi PSU yang dikeluarkan cukup beralasan," ujarnya.
 
Dia mengaku, meski perhitungan suara sudah dilaksanakan ditingkat TPS, tetapi masih ada tahapan selanjutnya, yaitu rekapitulasi di tingkat PPK. 
 
Dalam Pasal 393 ayat 3, lanjut dia, jelas mengisyaratkan jika rekapitulasi suara dilakukan dengan cara membuka kotak suara tersegel, untuk mengambil sampul yang berisi berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara, kemudian kotak ditutup dan disegel. 
 
"Sekarang ayat 3 sudah mengatakan demikian. Maka rekapitulasi di tingkat Kecamatan menggunakan prosedur yang mana kalau tidak melakukan PSU. Sementara seluruh dokumennya sudah terbakar. Ketika kotak suara sudah tidak lagi ada, tata cara rekapitulasi nanti dilaksanakan seperti apa. Ini kan yang harus dipertimbangkan oleh KPU," jelasnya.
 
Maks tidak menyalahkan argumentasi KPU yang enggan melakukan PSU sebagaimana rekomendasi pihaknya. 
 
"Mereka punya hak menerima dan menolak, tapi tentu kita memiliki upaya lain. Kita akan mengkaji kembali penolakan KPU terkait rekomendasi PSU yang dikeluarkan panwas kecamatan," jelasnya.
 
Terkait dugaan adanya pergeseran suara di PPK sehingga memicu kemarahan pelaku pembakaran yaitu Leo Piter Rahajaan, Caleg DPRD Malra asal Partai PDIP, kata Maks, pihaknya tidak memiliki data pembanding. 
 
"Dokumennya kan sudah terbakara. Kita sudah tidak bisa lagi menguji. Sebab salinan C1 sertifikat yang ada disetiap saksi itu menjadi sebuah kepastian. Dia akan bernilai. Makanya mau bandingkan dengan dokumen apa," jelasnya.
 
Maks mengaku pihaknya menganggap seluruh dokumen yang berada di dalam kotak suara tersegel yang dikawal oleh pihak kepolisian dan panwas, merupakan dokumen yang sah dan resmi sebagai alat pembanding utama. 
 
"Maka ketika kita ingin membanding hasil itu atau hasil hasil yang lain, kita tidak mau berkomentar hasil mana yang paling benar. Dan patokan kita hasil yang paling benar adalah hasil yang ada didalam kotak suara," tandasnya.
 
308